Pernah membaca atau mendengar tentang a.n., u.b., a.p.b atau a.p., Pgs., dan Plh.?
Apa bedanya antara kelima singkatan tersebut? Walaupun kita sering membaca atau mendengar kelima singkatan tersebut, seringkali kita tidak menyadari apa perbedaan di antaranya dan bagaimana penggunaannya.
Singkatan-singkatan tersebut berkaitan dengan pelimpahan wewenang. Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab. Sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, pelimpahan wewenang yang dapat dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang penandatanganan.
Pelimpahan Penandatanganan
- a.n.
- pelimpahan wewenang harus dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu dalam bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa;
- materi yang dilimpahkan harus merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan;
- pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan ke luar maupun di dalam lingkungan Lembaga Negara tersebut;
- penggunaan wewenang hanya sebatas kewenangan yang dilimpahkan kepadanya dan materi kewenangan tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh yang dilimpahkan kepada yang melimpahkan;
- tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada pejabat yang diatasnamakan.
- u.b
- materi yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan;
- dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan sementara atau yang mewakili;
- pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang melampaui batas lingkup jabatan pejabat yang menandatangani surat;
- tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang.
- apb. atau ap.
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara mandat. Atas nama (a.n.)digunakan jika yang menandatangani surat telah diberi wewenang oleh pejabat yang bertanggung jawab berdasarkan bidang tugas, wewenang dan tanggung jawab pejabat yang bersangkutan. Pejabat yang bertanggung jawab melimpahkan wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling banyak hanya 2 (dua) rentang jabatan struktural di bawahnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini adalah:
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara delegasi. Untuk beliau (u.b.) digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat satu tingkat di bawahnya. Untuk beliau (u.b) digunakan setelah atas nama (a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti urutan sampai 2(dua) tingkat struktural di bawahnya, dan pelimpahan ini bersifat fungsional. Persyaratan yang harus dipenuhi:
Merupakan pelimpahan wewenang secara mandat, dimana pejabat yang seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di bawahnya untuk menandatangani sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya dengan kedua jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat dilakukan jika dalam keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi yang bersifat kebijakan.
Pgs. dan Plh.
Dalam pelaksanaan kegiatan setiap satuan kerja pada dasarnya harus berjalan lancar dan harus ada pejabat yang mempertanggungjawabkannya, akan tetapi terkadang karena beberapa hal terdapat pejabat yang berhalangan untuk melaksanakan tugasnya. Untuk itu perlu ditunjuk pejabat lain yang bertindak sebagai Pejabat Pengganti Sementara (Pgs) atau Pejabat Pelaksana Harian (Plh.), yaitu:
- Pejabat Pengganti Sementara (Pgs.)
- Pimpinan Lembaga Negara untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon I;
- Pejabat Eselon I untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon II;
- Pejabat Eselon II untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon III dan IV.
- Pelaksana Tugas Harian (Plh.)
- Sekretaris Jenderal untuk Pejabat Eselon I dengan menunjuk Pejabat Eselon II di lingkungan pejabat yang berhalangan;
- Pejabat Eselon I untuk Pejabat Eselon II dengan menunjuk Pejabat Eselon III di lingkungan pejabat yang berhalangan;
- Pejabat Eselon II untuk Pejabat Eselon III dengan menunjuk Pejabat Eselon IV di lingkungan pejabat yang berhalangan;
- Pejabat Eselon III untuk Pejabat Eselon IV dengan menunjuk Pejabat Eselon IV lain di lingkungannya atau seorang staf di lingkungan pejabat yang berhalangan yang dipandang mampu.
Pgs. ditunjuk berdasarkan usulan pejabat yang berhalangan, dan penunjukan ini dituangkan secara tertulis dalam bentuk Instruksi Dinas. Pejabat yang menggantikan adalah pejabat yang berada dalam tingkat eselon yang sama dengan pejabat yang digantikan, dan Pgs. mempunyai hak serta kewajiban untuk melaksanakan tugas rutin atau dalam batas-batas tugas yang dinyatakan dalam instruksi dinas. Pejabat yang berwenang untuk melakukan penunjukan:
Contoh: Kepala Perwakilan menunjuk Kasubbag SDM untuk menjadi Pgs. dari Kasubbag Hukum dan Humas yang sedang berhalangan.
Penunjukan Plh. Dilakukan apabila pejabat yang memimpin suatu satuan kerja untuk waktu tertentu tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal atau berhalangan antara lain karena pensiun, melakukan perjalanan dinas, tugas belajar mengikuti pendidikan dan pelatihan/kursus, menunaikan Ibadah Haji, cuti dan sakit serta alasan lain yang serupa dengan itu, atau tidak dapat melaksanakan tugasnya sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja. Penunjukan Plh. dilakukan oleh:
Contoh: Kepala Perwakilan menunjuk Kasubaud sebagai Plh. jika beliau berhalangan.
Penunjukan ini dituangkan secara tertulis dalam bentuk Nota Dinas dan tidak memberikan dampak kepegawaian maupun tunjangan kepegawaian. Dalam Nota Dinas ini disebutkan tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh Plh., selama pejabat definitif berhalangan melaksanakan tugasnya. Berbeda dengan Pgs., Plh. dilarang untuk mengambil atau menerapkan keputusan yang sifatnya mengikat.
Sekarang pasti sudah jelas apa perbedaan dan bagaimana penggunaan a.n., u.b., a.p.b atau a.p., serta Pgs., dan Plh. (*/aan)