BAKU, AZERBAIJAN – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendorong pemerintah Indonesia untuk dapat meningkatkan upaya pendanaan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Hal ini disampaikan oleh Anggota VI BPK, Fathan Subchi, dalam Twenty-Ninth Conference of the Parties (COP), the United Nations Framework Convention on Climate Change, di Baku, Azerbaijan, Selasa, (19/11).
Dalam paparannya, Anggota VI BPK menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia dalam hal pendanaan iklim, terutama di sektor kehutanan dan tata guna lahan. Salah satu kendala utama adalah kesulitan dalam menghubungkan perubahan kebijakan dengan penurunan deforestasi secara signifikan. Selain itu, ketergantungan yang tinggi pada pendanaan di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga menjadi hambatan.
Menanggapi tantangan tersebut, BPK telah merekomendasikan beberapa langkah strategis. Pertama, kementerian terkait perlu menetapkan standar yang jelas untuk mengukur dan mengevaluasi deforestasi terencana dan tidak terencana. Kedua, entitas pemerintah perlu mengidentifikasi dan memanfaatkan berbagai sumber pembiayaan, baik dari anggaran maupun non-anggaran, untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi iklim.
BPK sendiri, lanjut Anggota VI BPK, memiliki kemampuan yang baik dalam menilai kegiatan yang terkait dengan pendanaan negara di sektor perubahan iklim. BPK telah melakukan berbagai pemeriksaan terhadap kinerja anggaran, termasuk untuk upaya mitigasi dan adaptasi iklim, pengelolaan sampah kota, pencegahan banjir, dan rehabilitasi pasca tambang di seluruh provinsi dan kotamadya di Indonesia.
Untuk meningkatkan efektivitas pendanaan dalam mengatasi perubahan iklim dan mencapai pembangunan berkelanjutan, Anggota VI BPK menekankan pentingnya pendekatan lintas sektoral yang mengintegrasikan berbagai bidang sektoral dan tematik, serta langkah-langkah audit dan non-audit, agar mampu menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Selain itu, kinerja inisiatif iklim yang didanai oleh keuangan publik harus memiliki tujuan yang jelas dan terukur.
“Pendanaan untuk aksi iklim harus diterjemahkan menjadi aksi yang efektif, yang dapat diukur dan dilacak,” tegas Fathan. Ia berharap upaya ini dapat meningkatkan kepercayaan investor dan memperkuat komitmen Indonesia dalam mengatasi krisis iklim.